Diberdayakan oleh Blogger.
Tampilkan postingan dengan label Milik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Milik. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 14 Desember 2013

hypospadia

Parung – Bogor. Dibalik wajah dan sifatnya yang riang dan ceria, pasti banyak yang tidak menyangka bahwa anak kecil nan lucu ini menderita sebuah kelainan. Duta (3) didiagnosa menderita hypospadia yaitu merupakan kelainan genetalia/penis dimana lubang kencing tidak berada di ujung kepala tetapi di bawah, di batang, atau di antara buah zakar. Itu mengakibatkan penderita terpaksa jongkok ketika kencing.


Supatmi, ibu Duta menyampaikan bahwa kelainan pada alat kelamin Duta terlihat setelah ia berusia 2 hari.


“ Pada saat lahir memang saya merasakan perasaan yang tidak enak. Duta kan saat itu lahir di bidan, waktu lahiran bidan tidak mengatakan apa-apa tentang kelainan ini, lalu setelah Duta berusia 2 hari baru terlihat kelainan di alat kelaminnya.” ungkap Supatmi.


Mengetahui terdapat kelainan pada alat vital anak keduanya ini awalnya Supatmi pun hanya bisa pasrah karena ia tidak memiliki cukup biaya untuk dapat mengobati anaknya.


“Ya saya hanya bekerja serabutan seperti menjual kembali barang – barang dari orang dan pekerjaan apa saja pokoknya yang penting halal, sedangkan suami saya seorang pedagang mie ayam keliling dengan penghasilan tidak menentu,”ungkap Supatmi.


Tidak lama berselang, berharap dapat membawa anaknya berobat, akhirnya berkat bantuan dari seorang kader kesehatan akhirnya Duta pun dibawa ke Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa untuk mendapatkan pengobatan.


Setelah mendapatkan pemeriksaan oleh dokter di RST Dompet Dhuafa dan melihat kondisi kelainan pada alat vital Duta, maka perlu dilakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki tim dokter dan fasilitas yang lebih lengkap untuk penanganannya. Akhirnya, RST Dompet Dhuafa pun merujuk dan mendampingi Duta ke sebuah rumah sakit di Jakarta dan  di rumah sakit tersebut, Duta telah menjalani pemeriksaan seperti cek kromosom dan pemeriksaan lab hormonal. Selain itu, Duta juga telah mendapatkan tindakan berupa suntik hormon.


Penanganan selanjutnya untuk Duta sendiri yaitu direncanakan akan diambil tindakan operasi. Tindakan operasi untuk anak penderita hypospodia ini diharapkan dilakukan sedini mungkin sebelum anak memasuki usia sekolah, hal ini dilakukan agar anak tidak malu dengan keadaanya bahwa ia memiliki kelainan dari anak laki-laki seusianya.


“Saya hanya berharap, Duta bisa segera dioperasi dan memiliki alat kelamin yang normal kembali seperti anak seusianya. Mungkin saat ini ia masih belum mengerti apa yang telah terjadi pada dirinya, tapi saya kasihan kalau nanti dia sudah besar dan belum dioperasi juga bagaimana nasibnya nanti,” ungkap Supatmi.


Semoga dengan bantuan dari para donatur dan muzaki serta masyarakat, Duta dapat sembuh dan normal kembali. Dan kami, RST Dompet Dhuafa akan mendampingi sepenuh hati sampai tindakan operasi selesai dilakukan dan Duta dinyatakan sembuh oleh tim dokter yang menanganinya. (tie/yhm)

Selasa, 10 Desember 2013

Fraktur Collum Femur Sinistra

Parung-Bogor. Saat kami temui, perempuan ini sedang memakan roti secara perlahan – lahan didampingi oleh saudaranya. Kemah (69) di masa senjanya didiagnosa menderita Fraktur Collum Femur Sinistra yaitu patah tulang pada paha sebelah kiri dan permasalahan jantung.


Melihat usianya yang sudah lebih dari setengah abad, siapapun tentunya tidak tega melihat kondisi Kemah saat ini. Berdasarkan keterangan dari Rohmah saudara dari Kemah, sekarang Kemah pun tidak memiliki saudara dekat. Suami Kemah sudah meninggal sejak lama dan Kemah sendiri pun tidak memiliki anak.


Dalam kesehariannya, wanita kelahiran tahun 1944 ini tinggal dan beraktivitas sendiri di rumah yang diberikan oleh mantan majikannya.


“Emak tinggal sendiri di rumah, kadang keponakan saya yang temenin dia disana, suka nginep juga tapi kalau ponakan saya lagi enggak di rumah emak, ya dia tinggal sendirian paling nitip dan diperhatiin sama tetangga, “ ungkap Rohmah.


Menurut Rohma yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Kemah, awal mula Kemah terjatuh adalah karena tersandung kayu tempat tidur tiga bulan yang lalu.


“Saya tahu dari tetangganya, karena saat itu saya tidak ada di tempat, mereka bilang emak kesandung kayu tempat tidur lalu jatuh, mungkin karena memang faktor usia jadi agak sedikit parah” ucap Rohma.


Setelah jatuh Kemah pun sempat diurut oleh tukang urut desa setempat. Namun karena tidak kunjung sembuh setelah 3 kali diurut akhirnya Kemah pun tidak melanjutkannya.


“Setelah diurut itu, kaki emak bukannya sembuh tapi membengkak, jadi kita enggak lanjutin lagi, “kata Rohmah


“Mau dibawa kemana juga saya bingung karena kalau ke rumah sakit pasti biayanya mahal,” tambah Rohmah.


Untuk biaya kehidupannya sehari-hari, Kemah diberikan santunan oleh mantan majikannya. Rohmah pun menyampaikan karena Kemah sudah bekerja bertahun-tahun disana sehingga mantan majikannya itu pun masih memberikan sedikit uang dan rumah sederhana untuk ditinggali Kemah.


Dengan kondisi kaki yang membengkak, Kemah yang dalam kesehariannya masih tergolong aktif pun jadi hanya bisa duduk dan berdiam diri di rumah saja.


Tiga bulan kemudian setelah peristiwa itu, akhirnya berkat bantuan dari seseorang yang tidak tega melihat kondisi Kemah, ia pun berinisiatif untuk membawa Kemah ke Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa.


Kondisi Kemah sendiri pada saat masuk ke RST Dompet Dhuafa, ia merasakan nyeri di pinggang dan menjalar ke paha kanan, kakinya membengkak dan nafasnya sesak.


Selama hampir kurang lebih 2 minggu dirawat di RST Dompet Dhuafa, telah dilakukan penanganan untuk patah tulang  dengan metode skin traksi pada Kemah, Senin 21 Oktober 2013 lalu. Dan rencana penanganan selanjutnya berdasarkan keterangan dokter spesialis bedah tulang (Sp.Orthopedia) RST Dompet Dhuafa, akan dilakukan tindakan operasi (bipolar artroplasty bone sement) yang maksimal akan dilakukan 2 pekan setelah pemasangan skin traksi.


Pertimbangan operasi ini diambil dengan harapan agar pasien dapat melakukan pergerakan dan beraktifitas normal kembali dimasa-masa yang akan datang. Perjuangan dan harapan untuk kesembuhan di masa senja Kemah yang harus kita dukung bersama.(tie/yhm)

Senin, 09 Desember 2013

Menyusui adalah cara alamiah

Menyusui adalah cara alamiah yang direkomendasikan untuk diberikan kepada semua bayi. Dan air susu ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan (secara eksklusif atau hanya ASI saja) dan dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI.


Bayi usia 0-6 bulan tidak memerlukan air atau makanan lainnya (seperti air teh, jus, air gula, air beras, susu lain dan bubur), walaupun berada di daerah yang beriklim panas sekalipun, ASI sudah dianggap memenuhi seluruh kebutuhan bayi. Jadi seorang ibu harus menyusui ASI kepada bayinya secara eksklusif saat bayi berumur 0 – 6 bulan dan dengan  makanan pendamping ASI saat bayi berumur 7 – 24 bulan.


Dengan menyusui ASI dan tidak memberikan susu formula pada bayi, terutama saat bayi berusia 0-6 bulan, ternyata secara data memberikan dampak yang baik untuk negara. Dengan ASI, negara akan menjadi kuat secara aspek ekonomi dan negara semakin bersih karena tidak adanya polusi yang merusak lingkungan.


Secara aspek ekonomi, dengan ASI menjadi gerakan bersama di masyarakat, akan dapat membantu menimbulkan potensi penghematan dan akhirnya dapat menekan defisit anggaran negara serta mencegah meningkatnya angka kemiskinan. Dengan perhitungan berikut ini, dapatlah dipahami bahwa ASI menjadikan negara kuat secara aspek ekonomi.


Berdasarkan data, jumlah bayi di Indonesia tahun 2013 sebanyak 4,6 juta dimana cakupan ASI Eksklusifnya (SDKI 2012) hanya sebesar 27%. Berarti hanya sekitar 1.242.000 bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif, dan sisanya sekitar 3.358.000 bayi diberikan susu formula (sufor) selama 0-6 bulan. Biasanya, sufor dalam kemasan kaleng 800 gram akan habis dalam 5 hari, sehingga dalam 6 bulan diperlukan sekitar 36 kaleng sufor.


Harga sufor kemasan kaleng 800mg yang termurah adalah Rp 21.000,- (dua puluh satu ribu rupiah) dan yang termahal sekitar Rp 320.000,- (tiga ratus dua puluh ribu rupiah), atau kalau dirata-rata harganya berkisar Rp 116.000,- (seratus enam belas ribu rupiah) per kaleng 800mg. Sesungguhnya terdapat potensi penghematan anggaran yang cukup besar apabila diberikanpada seluruh bayi (berjumlah 4,6 juta) ASI Eksklusif dan tidak menggunakan sufor, yaitu sekitar 19 trilyun (menggunakan harga rata-rata), hal tersebut belum termasuk biaya bahan bakar minyak (BBM) dan air yang juga dihemat.


Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) RI di tahun 2013, terjadi defisit anggaran sebesar 125 trilyun (penerimaan sebesar 1.292 trilyun dan pengeluaran sebesar 1.418 trilyun). Dengan ASI, terutama pada ASI Eksklusif, terdapat potensi penghematan yang cukup besar.


Di sisi lain, dengan ASI dapat mencegah meningkatnya angka kemiskinan penduduk, Penghasilan rata-rata penduduk Indonesia dalam garis kemiskinan, sekitar >42% (97 juta orang) adalah 2 US$ / hari, kira-kira setara dengan Rp 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp 720.000,- (tujuh ratus dua puluh ribu rupiah) setiap bulan. Apabila memiliki bayi dan diberikan ASI Eksklusif dan  tidak diberikan sufor, maka terjadi penghematan biaya yang dikeluarkan dalam keluarga sekitar Rp 696.000,- (enam ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setiap bulannya (6 kaleng sufor dikalikan harga rata-rata 1 kaleng sufor sebesar Rp 116.000,-).


Dengan tidak adanya beban biaya tambahan untuk membeli sufor, maka keluarga dengan penghasilan terbatas tersebut dan masuk kategori miskin akan dapat dicegah untuk tidak menjadi lebih miskin. Dan keluarganya lainnya, yang juga memiliki keterbatasan tetapi tidak masuk kategori miskin, dengan ASI pada bayinya secara eksklusif akan mencegahnya menjadi keluarga miskin.


Dengan ASI, selain negara menjadi kuat secara aspek ekonomi, ternyata dapat membuat negara menjadi lebih bersih. Menyusui ASI, tidak menghasilkan sampah atau jejak karbon, istilahnya adalah NOL jejak karbon (carbon footprint). Dimana jejak karbon merupakan  volume karbon yg diemisikan/dihasilkan oleh aktivitas, individu, komunitas, organisasi, atau bisni). Menyusui ASI juga tidak membutuhkan air bersih, istilahnya adalah NOL jejak air(water footprint). Jejak air adalah volume air bersih yang digunakan dalam kegiatan individu, komunitas, atau bisnis.Kedua indikator tersebut merupakan indikator yang dikaitkan dengan upaya  menyelamatkan pohon, lahan, dan hutan.


Dalam suatu penelitian di Meksiko, disimpulkan bahwa untuk membuat 1 kg sufor bubuk dihasilkan dari 12,5 m² hutan tropis.


Dengan habisnya hutan menyebabkan kerusakan lapisan ozon dan kerusakan lingkungan. Sedangkan di Amerika, bila semua ibu tidak menyusui, dalam 1 tahun dibutuhkan 86 ribu ton timah untuk membuat 550 juta kaleng susu bayi dan 1.230 ton label kertas untuk membuat labelnya, pada akhirnya akan menjadi limbah dan menimbulkan masalah polusi lingkungan. Selain itu, apabila memberikan sufor, maka diperlukan botol dan dot memerlukan plastik, kaca, karet, dan silikon yang semuanya tidak dapat di daurulang yang menimbulkan masalah polusi.


Dengan memberikan ASI dan tidak menggunakan sufor, maka negara akan menjadi kuat secara aspek ekonomi dan negara menjadi lebih bersih karena lingkungan terpelihara dan  polusi dapat dicegah.


Mari kita galakkan ibu menyusui ASI kepada bayinya selama 2 tahun, untuk wujudkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas, keluarga sejahtera, negara sehat dan kuat serta lebih bersih..

Minggu, 08 Desember 2013

Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi gizi anak selama dua tahun pertama dalam kehidupannya.  ASI eksklusif menjadi investasi yang tidak terhingga untuk menciptakan generasi sehat berkualitas secara fisik maupun emosional.  Pertumbuhan dan perkembangan ideal anak akan tercapai dalam enam bulan pertama jika pemberian ASI eksklusif berhasil dilakukan.


Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI dari seorang ibu kepada bayinya dari usia bayi 0 – 6 bulan tanpa tambahan makanan apapun. Jadi hanya diberikan ASI saja selama 6  bulan pertama kehidupan seorang bayi tanpa tambahan seperti susu formula, madu, air putih, sari buah, biskuit atau bubur bayi. Selanjutnya, dari bayi usia di atas 6 bulan sampai 2 tahun, ASI diberikan dengan ditambahkan makan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur, biskuit dan buah.


Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi tingkat kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. WHO pada tahun 2009 menyatakan sekitar 15% dari total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang disebabkan oleh pemberian ASI tidak eksklusif.  Berbagai masalah gizi kurang maupun gizi lebih juga timbul akibat dari pemberian makanan sebelum bayi berusia 6 bulan


Namun sayangnya, target 80% cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat jauh dari kenyataan.  Prevalensi ASI eksklusif dari Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (1997-2007) menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun yaitu dari 40,2% (1997) menjadi 39,5% (2003) dan semakin menurun pada tahun 2007 yaitu sebanyak 32%.  Bahkan angka ini beradsarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) semakin mengkhawatirkan turun menjadi 15,3% di tahun 2010.Praktik pemberian ASI eksklusf hingga usia bayi 6 bulan di DKI Jakarta adalah 8,5% (Dinkes Propinsi DKI Jakarta, 2005).


Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas SDM secara umum. Hingga 80% perkembangan otak anak dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 3 tahun yang dikenal dengan periode emas, sehingga sangat penting untuk mendapatkan ASI yang mengandung protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang dibutuhkan bayi.


Banyak penyebab yang mempengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif, pertamaadalah dukungan sosial terutama dari keluarga terdekat yaitu ayah yang masih kurang. Sebenarnya peran keluarga menjadi utama karena ibu bukanlah pelaku tunggal yang bertanggungjawab dalam pemberian ASI eksklusif.  Keluarga terdekatlah dalam hal ini adalah suami yang faktor dominan dalam memberikan dukungan pada ibu dan bayi.


Breastfeeding father merupakan istilah populer bagi ayah yang mendukung dan berperan aktif membantu ibu dalam menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Begitupun keluarga terdekat lainnya terutama orangtua baik dari pihak ibu maupun ayah sang bayi.


Peran keluarga sangat perlu dioptimalisasi dengan cara diantaranya, mempelajari berbagai strategi atau perilaku keluarga terdekat yang dapat dicontoh dari ibu yang telah berhasil memberikan ASI eksklusif dan disebarluaskan kepada ibu yang baru dalam hal pengalaman menyusuinya ataupun ibu yang mengalami masalah-masalah kesehatan yang sama saat menyusui.


Penyebab yang kedua adalah adanya mitos-mitos negatif tentang menyusui dan ASI yang dipercayai oleh masyarakat dan tersampaikan secara turun menurun sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan pada akhirnya menghentikan pemberian ASI eksklusif. Umumnya para ibu baru akan lebih menuruti perkataan orangtua mereka dan mempercayai nasihat bahkan seringkali mitos negatif tentang menyusui akan turun temurun diwariskan pada anak-anak perempuan mereka yang sedang menyusui.


Terlebih tidak sedikit ibu yang baru menyusui berhenti memberikan ASI karena dipercaya ASI menjadikan anak diare dan tubuhnya menjadi bau amis.  Seringkali kita mendengar kata ‘ASI jahat’ karena ASI yang dihisap bayi baru lahir jika tidak segera dibersihkan mulut bayinya bisa menyebabkan kulit bayi menjadi bercak-bercak putih.  Masih banyak pula ibu yang khawatir payudaranya akan berubah bentuk menjadi tidak menarik lagi jika memberikan ASI pada buah hati mereka.Kesalahpahaman ini yang menyebabkan pada akhirnya ibu memilih memberikan makanan selain ASI walaupun usia bayi belum genap 6 bulan.


Bentuk kesalahpahaman lainnya dalam menyusui adalah pemberian prelaktal madu dan susu formula menggunakan dot kepada bayi baru lahir dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Selain itu, terdapat kebiasaan yang keliru dalam cara pemberian ASI yang salah/tidak sesuai konsep medis serta adanya berbagai tabu atau pantangan bagi ibu menyusui.  Contoh dari tabu atau pantangan makan yang salah ini adalah adanya larangan mengonsumsi bayam, ikan laut, dan sayur nangka bagi ibu menyusui di daerah Kerinci, bahkan di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur.


Di sisi lain masih banyak pula ibu yang berhenti menyusui sebelum bayi berusia 6 bulan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui, terutama teknik menyusui yang baik dan benar yang menjadi penyebab  ketiga rendahnya ASI eksklusif. Dengan kurangnya pengetahuan ibu menyusui  tentang ASI eksklusif menyebabkan kurangnya motivasi dari ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya. Dengan pengetahuan yang rendah tentang ASI eksklusif juga menimbulkan kesadaran masyarakat yang juga rendah. Padahal Kemenkes RI beserta jajarannya telah memberikan panduan mengenai cara dan teknik menyusui yang baik namun sosialisasi hal ini masih terbilang rendah.


Teknik menyusui ini antara lain mencakup mengatur posisi bayi saat menyusu dan pelekatan bayi saat meyusu dengan payudara ibu.  Jika hal ini tidak dilakukan dengan benar banyak sekali masalah kesehatan yang akan ditimbulkan terutama masalah penyakit mastitis pada payudara ibu.  Penyakit mastitis diawali dengan lecetnya payudara ibu yang mungkin disebabkan bayi tidak menghisap pada areola (lingkartan hitam pada payudara) ibu namun menghisap hanya pada puting ibu saja.


Untuk mengatasi penyebab kedua dan ketiga, sangat diperlukan gerakan edukasi tentang menyusui dan ASI yang benar pada masyarakat melalui kampanye yang masif dan berkelanjutan melalui berbagai media massa serta kesempatan, sepertipenyuluhan atau pengarahan dari bidan/petugas kesehatan seputar menyusui saat ibu memeriksakan kehamilannya. Gerakan edukasinya ini haruslah didukung oleh semua pihak, pemerintah-swasta-masyarakat, dalam mencetak penerus bangsa yang sehat dan cerdas. Penyebaran informasi yang benar diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi dan prilaku untuk menyusui dan ASI eksklusif di masyarakat.


Penyebab yang keempat dan kelima dari rendahnya ASI eksklusif adalah gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat termasuk institusi yang mempekerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu untuk menyusui di tempat kerja.


Promosi susu formula yang sangat gencar (bahkan sampai di RS dan klinik bersalin) memberikan pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi karena merupakan titik awal bagi ibu untuk memilih apakah tetap memberikan bayinya ASI eksklusif atau memberikan susu formula yang diberikan oleh petugas kesehatan maupun nonkesehatan sebelum ASI-nya keluar. Diperlukannya penegakkan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan tentang batasan promosi susu formuladan sanksi bagi tenaga kesehatan yang melanggar secara tegas, sehingga ditaati oleh seluruh pihak yang terkait.


Kepada para pemilik perusahaan dan perkantoran, sangat perlu didorong untuk menyediakan tempat khusus dan kesempatan bagi para karyawan perempuannya yang ingin menyusui atau memerah ASI nya di tempat kerja. Begitu pula di tempat-tempatumum seperti pasar, mall, rumah sakit dan rekreasi, perlu disediakan tempat khusus tersebut yang memudahnya ibu untuk menyusui.


Pada akhirnya, diperlukan upaya-upaya nyata untuk meningkatkan prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia melaui dukungan seluruh pihak baik ayah sebagai keluarga terdekat atau keluarga lainnya, tenaga kesehatan, konselor ASI, kelompok pemerhati ASI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap gizi anak bangsa melalui pemberian ASI eksklusif yaitu mulai dari nol hari sampai bayi berusia 6 bulan.


Mari kita galakkan ibu menyusui ASI kepada bayinya selama 2 tahun, untuk wujudkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas.